"Seraya": Merayakan Sinema Bersama Sinemaria

Suasana pemutaran dalam Seraya di Lokananta oleh Sinemaria (Dokumentasi Sinemaria)
 
Lebaran masih sekitar sepuluh hari lagi, namun Lokananta malam itu sudah mendahului hangat perayaannya. Tak salah jika ini kita sebut dengan lebaran. Walau memang yang dirayakan sangatlah spesifik: sinema.

Seraya di Lokananta

30 Maret 2024 lalu, Sinemaria untuk pertama kalinya menggelar Seraya (— akronim dari Sinema Hari Raya) yang kali ini dalam rangka memperingati Hari Film Nasional (30/03/2024). Bertempat di Lokananta, pemutaran ini menghadirkan dua film berjudul “Merangkai Ratna Asmara” dari sutradara Ersya Ruswandono serta “Memorabilia” dari sutradara Djordi Biyant Kadhaffi. Keduanya memiliki tema yang beririsan, yaitu perihal pengarsipan film. Hal tersebut diakui Ratna Putri Wardani yang merupakan program director Sinemaria sebagai konteks dari pemilihan Lokananta sebagai tempat pemutaran.

“Pengarsipan film sering dianggap sepele, tapi masih ada yang peduli dalam rangka merawat ingatan. Kami sendiri memilih Lokananta sebagai lokasi karena Lokananta konsen dalam hal pengarsipan. Pemutaran hari ini memang fokus pada isu pengarsipan; yang jika hilang dapat membuat generasi mendatang tidak bisa melihat dan mempelajari film dari era sebelum mereka. Padahal, arsip adalah sumber pengetahuan yang dapat diambil pengaruhnya bagi zaman sekarang.” — Ratna Putri Wardani, Program Director Sinemaria.

Film Pertama berjudul “Merangkai Ratna Asmara” yang merupakan buah kerja sama dengan Kelas Liarsip, sebuah kolektif periset dan arsiparis film. Merupakan dokumenter yang mengisahkan perjalanan mereka menelusuri jejak-jejak keberadaan Ratna Asmara, sutradara perempuan pertama di Indonesia melalui dokumen, reparasi dan digitalisasi puing film terakhir yang masih tersisa berjudul “dr. Samsi” (1952) hingga mempresentasikannya ke Eye Film Museum di Belanda. Ratna Asmara merupakan sutradara, aktris dan produser film yang tercatat aktif berkiprah dalam sinema Indonesia sejak tahun 1940 hingga 1955. Sepanjang hidupnya, ia telah menyutradarai lima buah film berjudul "Sedap Malam" (1950), "Musim Bunga di Selabintana" (1952), "dr. Samsi" (1952), "Nelajan" (1953), dan "Dewi dan Pemilihan Umum" (1954).

"Memorabilia" menjadi film kedua hasil kerja sama dengan Black Swan Pictures. Bercerita mengenai Ari Headbang, seorang pengamat budaya sinema di Surakarta saat mencari, mengumpulkan informasi dan data perkembangan film di Solo dari masa ke masa. Sulitnya akses informasi dan kurangnya pengarsipan dokumen dari Dinas Kearsipan Daerah dalam rentang waktu hampir satu abad membuat penggalian informasi secara valid dan kredibel sulit didapatkan. Diantara informasi yang berusaha didapatkannya adalah bentuk bangunan bioskop yang telah runtuh dan direkonstruksi kemudian dialih-fungsikan menjadi bangunan lain.

Danang Rusdy memandu bincang sinema bersama Ersya Ruswandono dan Umi Lestari (Dokumentasi Sinemaria)

Sesi bincang sinema melengkapi pemutaran pada malam itu. Danang Rusdy memandu diskusi yang menghadirkan Ersya Ruswandono selaku sutradara "Merangkai Ratna Asmara" serta Umi Lestari dari Kelas Liarsip.

Habis Merdeka, Saatnya Kita Ber-Sukaria

Jika dibuat perbandingan, geliat perfilman di Kota Surakarta dan sekitarnya memang tidak semasif agenda-agenda seni pertunjukan yang memang merupakan kesenian nomor satunya. Namun jika melihat pergerakannya, ia juga tak kemudian yang sepi begitu saja. Sebelum Seraya dari Sinemaria, publik Solo sudah cukup lama mengenal Festival Film Merdeka inisiasi Yayasan Kembang Gula; yang dalam Seraya ini turut terlibat sebagai elemen pendukung. Sementara di wilayah kampus, selain Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta dengan Program Studi Film dan Televisi masih ada berapa kampus yang memiliki Kine Club sebagai wadah bagi mahasiswa pecinta film setingkat Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM).

Kami menemui Fanny Chotimah yang merupakan direktur Yayasan Kembang Gula dan meminta pendapatnya mengenai kehadiran Sinemaria.

“Pada prinsipnya kami selalu menyambut baik kelahiran komunitas film yang bisa turut meramaikan ekosistem perfilman di kota Solo, begitu pun dengan kehadiran Sinemaria.” — Fanny Chotimah, Direktur Yayasan Kembang Gula.

Secara pribadi, kami sendiri merasakan perbedaan pada ruh yang dibawa Sinemaria ini. Asumsi kami erat hubungannya dengan citra Sukaria Group sebagai penyelenggara program. Sebagaimana namanya, Sukaria dan Sinemaria seakan punya tekad yang kuat untuk terus menghadirkan rasa ‘gembira, suka dan ria’ yang kuat bagi siapapun yang hadir dalam peristiwa-peristiwanya.

Animo pengunjung Seraya di Lokananta(Dokumentasi Sinemaria)

Hal yang sama kami tanyakan kepada Fanny. Ia pun melihat ada hal berbeda yang coba ditawarkan Sinemaria melalui pemutaran-pemutarannya. Jika FFM secara segmentasi ditujukan untuk segala umur, semua gender dan kelas masyarakat menengah ke bawah, maka Fanny melihat Sinemaria cukup berbeda dengan memutar film-film berkategori 13+ dan 17+. Pengunjung yang hadir pun berasal dari masyarakat kelas menengah, dimana segmentasi tersebut dinilai sebelas-duabelas dengan pemutaran-pemutaran kampus baik secara institusional maupun oleh Kine Club.

Ratna selaku program director mengakui bahwa Sinemaria memang dibuat untuk menjadi ruang pemutaran yang secara khusus berfokus di luar kampus. Fokusnya sebagai ruang pemutaran didasari oleh banyaknya rumah produksi film baik di dalam maupun di luar kota Surakarta, namun eksistensi ruang pemutaran masih terbilang minim. Sinemaria hadir sebagai ruang distribusi film sekaligus merayakan pertemuan bagi pecinta film maupun pelaku disiplin lainnya. Hingga saat dilaksanakannya Seraya perdana, Sinemaria sudah memiliki tiga program yaitu Selasinema, Seraya, dan Irama Sinema. Kami sendiri melihat tidak terikatnya Sinemaria dengan label kampus ini sebagai tawaran menarik untuk mengenalkan film-film di luar bioskop bagi publik luar kampus. Pendapat tersebut dirasa tepat jika melihat program Sinemaria selama ini dilaksanakan di ruang-ruang dengan akses publik seperti SGD215, Tumurun Museum serta yang terakhir Lokananta.

Foto bersama setelah pemutaran (Dokumentasi Sinemaria)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak