Jalan Panjang Ruang Atas Sampai Pada Ruang Tetapnya

Kawan-kawan yang berkunjung dalam pembukaan Ruang Atas di Joho, Sukoharjo (Dokumentasi Ruang Atas)

Tiga empat orang secara sukarela membersihkan lantai yang basah diterpa hujan angin. Sebagian yang lain mempersiapkan label nama pada karya. Ada pula yang mencari posisi terbaik untuk menaruh tikar sembari menentukan posisi teko berisi teh panas, beberapa piring brownies, satu nampan buah semangka potong, serta sekeranjang buah manggis dan salak. Semuanya tampak siap. Sejenak kemudian semuanya mulai mengobrol dalam lingkaran-lingkaran kecil. “Ya beginilah kalau murni kolektifan.” begitu kurang lebih celetuk Chairol Imam.

Jalan Panjang Ruang Atas

Di tahun 2024 ini, Ruang Atas sudah memasuki usianya yang kesembilan. Diinisiasi oleh Wahyu Eko Prasetyo dan Acin Hery pada tahun 2015, Ruang Atas berdiri sebagai ruang alternatif yang memanfaatkan rumah kontrakan kecil di bilangan Kampung Sayur, Mojosongo. Rumah tersebut terdiri dari dua lantai dengan lantai dua yang difungsikan sebagai ruang kegiatan. Dari situlah nama Ruang Atas berasal. Wahyu sendiri menyinggung keresahan akan senioritas sebagai latar belakang inisiasi Ruang Atas. Tak kaget jika kemudian kegiatan-kegiatan awalnya banyak didukung oleh teman-teman yang berafiliasi dengan Surakarta Young Artist Project (S.A.Y.A.P.).

Senioritas yang disebut Wahyu kami tangkap seperti halnya ketakutan akan penghakiman bagi seniman muda yang baru memulai. Wahyu mengumpamakan kehadiran Ruang Atas sebagai ‘ring tinju pertama’ bagi seniman-seniman muda. Sebagai ruang alternatif dengan gaya inisiatif, Ruang Atas berusaha tidak membebani siapapun yang ingin bekerjasama dengan berbagai syarat dan ketentuan. “Asal ada tulisan, ada karya, ada diskusi, kita terbuka.” Begitu ujar Wahyu.

Habis masa kontraknya di Kampung Sayur pada tahun 2016, Ruang Atas berpindah ke ruang keduanya di Debegan, Mojosongo. Di sini, Ruang Atas mencoba melibatkan anak-anak dan Karang Taruna sekitar dalam berbagai kegiatannya, perpustakaan inisiatif misalnya. Perpindahan Ruang Atas ke tiap ruang barunya sendiri menurut Wahyu selalu diikuti dengan adaptasi terhadap berbagai kemungkinan yang sesuai dengan lingkungan di sekitarnya. Seperti halnya ruang ketiga di Jl. Sumbing Raya (2017) dan ruang keempat di Mipitan (2019), Ruang Atas mencoba menyertakan lapak usaha baik untuk menjual produk-produk Ruang Atas maupun agar dimanfaatkan oleh kawan-kawan yang mau bekerjasama. Adaptasi-adaptasi tersebut tak hanya sebatas pada format ruang namun juga pada makna ruang itu sendiri. Ruang Atas sempat memilih format ‘portable’ dengan berkegiatan di ruang-ruang lain seperti Kopi Parang, Hakiki Coffee, serta berbagai ruang publik di Kota Surakarta dengan berbagai agenda yang berbeda. “Dari awal berdiri sampai saat ini mungkin sudah sekitar dua ratus acara yang kami selenggarakan.” Ujar Wahyu.

Wahyu mengistilahkan prinsip pergerakannya dengan ‘bikin jelek tapi banyak’. Landasannya mengambil pendekatan yang ia sebut sebagai estetika sehari-hari. Salah satu yang menginspirasinya adalah A. Khairudin atau Adin dari Grobak Hysteria. Menurut Wahyu, Adin menghadirkan pandangan tentang bagaimana membaca pergerakan seperti itu sebagai pola-pola minim pesaing. Keyakinan tersebut nyatanya terbukti. Banyak kelompok-kelompok luar kota yang pada akhirnya memilih Ruang Atas sebagai rekanan maupun tempat singgah dalam kegiatan-kegiatannya di Kota Surakarta maupun Solo Raya pada umumnya.

Sampai Pada Ruang Tetapnya

Hujan reda bersamaan dengan datangnya maghrib. Tikar disertai berbagai macam kudapan dan buah sudah berganti dengan tumpeng layaknya tasyakuran pada umumnya. Acara belum dimulai saat satu mobil antik bermotif buaya lewat di gang depan. “Wah, iki!” ucap Wahyu. Sesaat kemudian muncul beberapa seniman yang beberapa hari setelahnya akan berpameran dan menamakan diri Kelompok Bumi Manusia. Acara pembukaan dimulai dengan ucapan selamat dan terimakasih yang silih berganti terucap dari para hadirin juga Wahyu sebagai tuan rumah. Tumpeng yang dipotong ujungnya kemudian menjadi tanda resminya Ruang Atas yang baru; yang sepertinya sekarang sudah meruang secara tetap.

Ruang Atas sudah mantap di ruang yang baru (Dokumentasi Reno Abdurrahman)

Dibuka dengan pameran poster bertajuk “Looking at The Future” (16/02/2024), Ruang Atas kini memilih menetap di Perumahan Citra Jaya Joho 4, No D70, Joho, Mojolaban, Sukoharjo. Wahyu sendiri mengaku belum banyak membuat rencana untuk kegiatan-kegiatan ke depan. Namun yang pasti (-dan seperti biasa), Ruang Atas selalu terbuka atas berbagai macam kemungkinan dan kerjasama. Seperti halnya diumpamakan Wahyu, Ruang Atas siap untuk menjadi ‘ring tinju pertama’ bagi seniman muda manapun.

Jika menengok kembali pergerakan awalnya, tidak banyak yang berubah dari suasana Ruang Atas terkini. Hajat yang sederhana, namun hangat bagi siapa saja — tetap kecil, tapi terjaga keintimannya — tetap spontan, meski tak kemudian uhuy. Bagi kami, ada benarnya Wahyu memilih jalan ‘bikin jelek tapi banyak’. Sebagai galeri, ini bukan seperti yang saklek tak boleh membawa makanan-minuman itu, jamuan sederhananya yang justru menghadirkan kehangatan. Ini pun bukan yang serba rapih dan teratur itu, namun keorganikannya yang menabur benih rasa berani memulai. Ruang ini mungkin tak mengejar kata sempurna. Namun jika yang dinanti memang kesempurnaan, maka ruang mana lagi yang masih ramah bagi mereka yang baru memulai?

Suasana pembukaan yang hangat dan sederhana (Dokumentasi Ruang Atas)

Satu persatu pengunjung mulai pamit, sedang Ruang Atas agaknya sudah tak mengenal kata itu bagi ruangnya. Motor saya nyalakan, sembari dalam perjalanan mendoakan hal-hal baik untuk ruang ini tumbuh; untuk menjadi saksi tumbuhnya petinju-petinju baru di arena kesenian.

Penulis: Reno Abdurrahman. Artikel yang sama juga di terbitkan di Medium Text Context.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak